Adalah keluarga burung Manuk mangsa, seperti sebuah kerajaan. Yang menjadi raja waktu itu adalah burung bangau,bernama Prabhu Malatunda.Ia banyak mempunyai pengikut,semua burung bangau yang bertempat di sungai. Yang menjadi patih burung kokokan, bernama Kalawana. Yang menjadi patih dharma burung Cangak.Semua merasa senang,tak ada yang berbuat jahat maupun yang menyusahkan sang prabhu.
Waktu pemerintahan sang prabu Malatunda, kerajaannya semakin bagus. Keturnannya semakin banyak. Waktu pagi laki perempuan bersama pergi mencari makanan,ke sungai.Ada yang diam bersembunyi dipinggir, menatikan ikan yang datang mencari makanan. Yang lain ada yang pergi kesawah mencari lindung.Sesudah sore bersama kembali ketempatnya. Anak-anaknya menjemput kedatangan orang tuanya sambil mengeluarkan suara ramai.
Sang Malatuda sedang mengadakan pertemuan,diikuti oleh para punggawa mentri dan para patih. Mereka duduk tertib berjajar sesuai dengan kedudukannya masing-masing.Penuh burung-burung becakap-cakap,ada yang menari,ada yang bernyanyi.Ratu Malatunda berkata,”Beberapa waktu lalu aku pergi kesebuah tempat diselatan. Disana aku lihat seekor burung yang menarik hati, rupanya bagus,tinggi tegap,bulunya banyak,menari diatas pohon bila. Ekornya berwarna indah gemerlapan menyilaukan mata, diterpa sinar matahari. Aku heran melihatnya,orang mengatakan burung itu bernama burung merak. Tukang nyanyinya (sendon) bersuara indah enak didengar. Ia banyak mengetahui isi kitab suci. Burung itu namanya Anyabrata. Nanti kalau kamu temui,suruh ia datang kemari menghadap padaku. Hatiku tertarik mendengar nyanyiannya itu. Nah kalau ia sudah datang kita akan menari bersama. Ken Kalawana tersenyum berkata,” Lebih baik kita bersiap dari sekarang, Coba kidungkan denan keras! Tarian Burung Dirakanta menarik perhatian para burung lainnya ,karena ia adalah teman baik burung merak.Tarinya cocok dengan gerak kakinya yang panjang. Malu saya kalau gerak tari saya tidak sama dengan burung merak,karena ia temanku dari dulu. Burung Cangak berkata,” Saya juga sudah sering belajar pada burung Merak,tapi sampai sekarang tidak bisa menirunya. Mungkin karena aku tak berbakat menari. Apa lagi dengan belajar,walaupun anak sendiri belum tentu bisa meniru semua tingkah laku bapaknya,sebab lain kepala lain bulu. Ada orang pandai mempunyai anak bodoh,ada orang bodoh punya anak pandai,Begitulah hidup didunia ini. Burung yang lain berkata,” Baiklah sekarang kita lagi menari!” Semuamenari melengang-lenggok,ada yang menabuh. Prabu Malatunda juga ikut menari. Gerak tarinya seperti gerak orang tua,goyang kanan keri, sama sekali tidak menarik. Burung Pecuk berkata,”Nah ini baru bagus,cocok dengan tarinya burung merak,tapi ada bedanya sedikit. Kalau burung merak berwibawa, tegap, bulunya banyak.Kalau Sri Malatunda Bulunya jarang,mulutnya besar dan panjang. Walaupun demikian Sri Malatunda tetap lebih bagus,karena mulut besar dan panjang untuk mncotok mangsanya”. Semua burung tertawa terbahak-bahak. Begitulah keadaan di keraton Malatunda selalu bergembira, karena tempatnya pada sebuah pohon kepuh yang besar dan tinggi, seperti akan menyentuh langit, sulit orang mengganggunya,untuk menangkap atau menjaringnya. Cabangnya banyak dan rimbun, dipenuhi tumbuhan merambat. Tempatnya pada tanah yang luas, di daerah Rambutkedung.
Ada dua ekor burung Tuu-tuu,laki perempuan.Yang laki bernama sang Prada,dan yang perempuan bernama ni Subani. Kedua burung itu sedang menderita kesedihan,karena tiap ia bertelur ada yang mencurinya. Itulah sebabnya ia pergi mengembara mencari kayu besar untuk tempat bertelur. Pada suatu ketika sampailah ia pada tempat yang berbahaya menakutkan. Isana dilihatnya seorang penjudi sabungan ayam,bernama I Malinasraya. Badannya kurus kering,nafasnya terengah-engah karena sering sakit. Berjalan menuju tempat sabungan ayam, dengan harapan ia bisa berjumpa dengan temannya. Baru saja beberapa meter ia berjalan perutnya terasa sakit, jalannya sempoyongan lalu roboh.terkapar ditanah.Nafasnya terengah-engah. Tiba-tiba datanglah dua burung gagak laki perepuan,yang laki bernama Ken Durawarsa,yang permpuan bernama Ni Bramita. Keduanya ingin memangsa I Malinasraya. Kejadian itu dilihat oleh I Anyabrata, seraya segra mendekati dan berkata,”Hai kamu burung Gagak jangan berbuat tak baik mencocoknya,Banyak yang lain bisa dimakan. Kalau kamu ingin makan,itu ada orang perempuan menjunjung bakul. Tidak lama lagi,sesudah sampai dijurang itu ia akan mati. Sang Gagak, ketawa saraya berkata,” bohong sekali bicaramu, coba lihat! Jalannya masih kuat,tidak mungkin akan mati.” “ih gagak bodoh apa yang kamu pakai taruhan? Kalau aku kalah aku berani menjadi budakmu” Demikian kata Burung Tuu-tuu.. Burung Gagak menantang ,” Aku berani setiap kamu berterlur aku akan mengeram telurmu. Hal ini akan kulakukan sampai anak cucuku kemudian.. Tak lama kemudian perempuan yang menjungjung bakul itupun mati,dibunuh oleh perampok.Barang daganganya berupa mas perak semua diambil. Burung Gagak senang memangsa mayat pedagang itu.
Burung Tuu-tuu lalu melanjutkan perjalananya. Sampai di Rabutkedung ,dilihatnya pohonkepuh yang besar dan tinggi, tempat raja Malatunda. Si Anyabrata masuk dengan perlahan-lahan, I Jangkung penjaga pintu kerajaan bertanya,”Tuan dari mana.Apa tujuan tuan kemari? Siapa nama tuan ? Kelihatannya tuan sedang kesusahan bersama istri.” Si Anyabrata lalu berkata,”Betul seperti pertanyaan tuan.Saya bernama Sang Prada,selalu kesedihan.Sebabnya saya datang kemari, karena kagum melihat,keindahan kerajaan ini. Siapa yang menjadi raja di kerajaan ini? Saya sangat mengharap pertolongan tuan untuk menyampaikan pada Sang Prabu akan kedatangan saya. Saya mau mengabdi pada sang raja.” Burung Jangkung berkata,”Supaya tuan tahu yang menjadi raja disini bernama Malatunda. Tuan jelas akan ditrima,karena beliau dari dulu mengharap kedatangan tuan. Tuan sudah terkenal disini pandai dalam menyanyikan isi dari kitab sastra suci. Ditambah dengan suara tuan yang manis manwan. Tunggulah disini.saya akan sampaikan ke istana. Burung Jangkung menghadap pada Sri Malatunda,yang sedang duduk bersanding dengan istrinya Dewi Tunggali,yang kebetulan hamil. Roman mukanya agak pucat seperti bunga mawar layu seraya berkata,” Ratu Prabu,saya ingin bercengkerma ke sawah yang luas,ingin makan lindung”.Sang Malatunda berkata manis,” Adikku manis, disawah sekarang musim padi menguning.Lebih baik kita pergi kesungai pingitan prabu Kusambinagara.Disana sangat indah menawan. Sungainya lebar,airnya jernih,suci. Disana da bermacam ikan,dan disisinya banyak glagah yang subur. Banyak ada burung manyar bersarang,tapi ia tidak memperhatikan ikan yang berenang dipinggir parangan. Banyak parangan besar diselimuti oleh lumut. Gangganya hidup berkelompok menghiasi keindahan sungai itu.Ikannya berkumpul-kumpul menuju goa parangan dipinggir sungai,tempat burung bangau menunggu kedatangan ikan.” NiTunggali hatinya amat senang mendengarnya, seraya berkata,” Baiklah besok pagi kita berangkat kesana!”
Pada waktu itu datang Sang Jangkung ,menunduk menghormat. Prabu Malatunda berkata,” Hai Jangkung mengapa kamu datang?” Jangkung berkata,Maaf tuanku raja, Burung Tuu-tuu sudah datang, bermaksud menghadap tuanku raja “ Sang Prabu Malatunda segera keluar.Hatinya amat girang setelah melihat burung Tuu-tuu datang.”Uduh kamu si Anyabrata, kalau kamu betul-betul cinta,aku mengharap kamu mau tetap tinggal disini.Kamu memerintahkan semua burung yang ada disini. Mari bersuka ria dengan menyanyi. Para burung datang menari bersama-sama. Burung Tuu-tuu bernyanyi.Suaranya manis lembut.Semua burung tercengang mendengarkan, seraya memuji. Bersama mendekati si Anyabrata, Demikian juga sang Prabu Malatunda tidak mau ketinggalan. Lama kelamaan semakin bertambah kasih sayang para burung pemangsa itu pada burung Tuu-tuu. Pagi-pagi para burung pemangsa beterbangan pergi menuju sawah, sungai dan ada juga kelaut. Semua bersuka ria mencari ikan . Namun sang Tuu-tuu tidak ikut,ia pergi menuju pohon bingin dan Ambulu (semacam pohon para ). Sudah sore mereka pulang membawa ikan untuk anaknya,tapi burung Tuu-tuu membawa biji bringin,atau ambulu. Itu dipakai untuk menghidupi anaknya. Biji beringin maupun Ambulu tumbuh pada cabang pohon kepuh.Lama kelamaan beringin itu tumbuh subur,akarnya banyak bergantungan sampai ketanah.
Adalah seorang putra raja ,dari negara Madura pergi bercengkerma kedalam hutan.Rombongan beliau melalui daerah Rabutkedung. Sampai disana rombongan berhenti di bawah pohon Kepuh yang rindang,seraya membuat tempat diam sementara.Sudah kira-kira pukul sepuluh raja putra bermaksud akan makan bersama. Waktu itu dilihatnya tempat sang Malatunda,bersama burung-burung pemangsa lainya,dibarengi anak-anaknya bersuara riuh . Pengikut s Raden Mantri ( Putra raja), disuruh menangkap anak-anak burung itiu. Segera naik berlomba-lomba.Sampai diatas pengikut Raden Mantri ada yang memotong dahan kayu yang berisi sarang burung. Pohon kepuh yang rindang itu rusak berantakan, Burung=burung beterbangan,ada yang jatuh kena pukulan kayu,clurit .Yang selamat terbang meninggalkan sarangnya,tidak lagi memperhatikan anaknya yang mati. Burung menangis riuh,demikian juga sang Malatunda sayapnya kena sabetan pedang ,hingga jatuh menjadi mayat. Pengikut Raden Mantri beramai-ramai memunggutnya,lalu diolah menjadi masakan. Semua senang makan dan minum-.
Begitu juga Sang Prabu Singa mengatakan dengan yakin,bahwa ia sampai lupa sebagai seorang raja binatang, karena tekun mempelajari darma,berkat kepandaian seorang mengarang dharma . Sekarang saya tahu akan akalnya sang Lembu,perbuatannya buruk mengatakan sadu (baik). Sampai saya makan rumput,akibatnya aku pucat kurus kering. Sampai keluarga prajurit semua,menahan lapar,karena aku kena tipu muslihat sang Lembu. Sastra gama dipakai supaya menarik,kenyataannya ia orang yang jahat.Baru aku tahu ia amat durhaka,tapi mengaku sadu. Merasa dengan badan gemuk besar,tanduk tajam.Aku tidak akan mendapat neraka kalau aku membunuh si Lembu Nandaka. Demikianlah kata sang Singa kepada hamba.Sang Nandaka berkata,” Hai Paman Sambada,siapa yang turut mendengarkan kata sang Prabu Singa begitu?” “ Saya sendirian ratu pendeta, karena yang menghadap hanya hamba seorang diri.” Sang Nandaka tersenyum,” Wah kalau demikian tidak bisa dipercaya,karena sama dengan perbuatan I Cewanggara dahulu,waktu bersama dengan Sri Dewantara, waktu mencari binatang buruan. Sudah sampai jauh beliau masuk kedalam hutan, sampai payah tidak menemui binatang, Sang Prabu kepayahan karena lapar dan haus, lalu beliau berhenti di bawah pohon Tingulun. I Cewanggara disuruh mencari buah-buahan dan air minum. I Cewanggara pergi sendirian mencarinya,tapi ia tidak berhasil.Namun ia melihat sesuatu yang aneh. I Cewanggara kembali dan melaporkan pada sang prabu,bahwa ia tidak dapat mencari air dan buah-buahan,tapi ia melihat kera sedang menari ditengah laut. Berdiri diatas batu hitam yang terapung dilaut. Demikian juga mengenai kekagumannya . Sang Prabu berkata,” Apa yang kamu ceritrakan aneh sekali.Tidak mungkin bisa begitu. Kamu terlalu berbohong” Cewanggara berkata,” Kalau saya berbohong potonglah leher saya.” Sang Prabu lalu pergi melihat kenyataannya. Sampai dipinggir laut,sama sekali beliau melihat kera menari,tapi beliau melihat bayangan widyadara. Sang Prabu bertanya,” Dimana tempatnya kera itu,yang kamu lihat tadi? Siapa yang turut menyaksikannya./” I Cewanggara berkata ,” Saya sendiri Ratu Prabu”. Sang Prabu amat marah seraya memenggal leher I Cewanggara. Amat berbahaya orang yang berbicara tanpa ada saksi. Tidak benar diucapkan ,apalagi dalam pertemuan. Walaupun sebenarnya tidak berbohong,namun tanpa saksi itu tak patut diucapkan.Begitu juga seperti cerita Paman Sembada,hanya senang bicara tidak ada saksi. Demikian Sang Nandaka berceritra. Sang Sambada malu,karena akal mulusnya diketahui oleh sang Nandaka,lalu ia mohon pamit mendatangi sang Raja Singa,seraya berkata,” Tuanku mharaja maafkan hamba baru bisa menghadap. Hamba baru datang dari tempatnya sang Pendeta Nandaka. Sang Nandaka menceritakan pada hamba tentang kejahatan perilaku sang Singa. “Hai Paman Sambada aku ingin mengtahuinya. Coba Paman ceritakan!”
Ratu Sang Prabu, tatkala sang Prabu Singa melihat gajah galak,badannya besar dan tinggi, seperti gunung berjalan Sang Prabhu Singa tidak takut,krena kapurusan dan kecongkakannya.Sang Singa menjerit seperti guruh,seraya mnrkam.Gajah besar itu marah,matanya memblalak merah. Perkasa mendobrak dengan gadingnya. Sang Prabu Singa rebah kesakitan,lalu pulang.Sampai di goanya lalu merebahkan diri karena lukanya parah,darahnya mengalir tak berhenti,hamper-hampir mati. Teman-temannya seperti sang Gagak,yang bernama Sang Bitaksa, Anjing,dan Sang kidang datang menjenguknya. Semua kasiahan melihat roman muka Sang Singa pucat . Sang Gagak lalu berkata,”Coba teman-teman pikirkan, berat penyakit yang diderita oleh sang Singa. Kalau tidak teman-teman memberika beliau makanan,jelas beliau akan meninggal.Maksud saya sekarang mari kita pergi mencari makanan untuk beliau. Sang Kijang lalu menyahut, “Ah Sebenarnya saya tidak berani membunuh binatang, lebih baik sang Prabu kita beri kan rumput saja, sebab saya tidak berani dengan darah. Sang Gagak marah mendengarnya.Mukanya mengkerut berkata keras,”Ah sama sekali kamu tidak sesuai dengan swadharma seorang teman.Pergi pulang kamu, tah usah lagi datang kemari.” Sang Kidang lalu pergi meninggalkan temannya. Ken Sambuka (anjing) ,menjawab,”Hai kamu Bitaksa (gagak) bagaimana harusnya kita melaksanakan swadharma berteman. Coba itu njelaskan padaku,supaya saya tahu.! “ Sang Gagak menjawab,” Baiklah. Ada kata-kata dalam Sloka,kalau teman sedang mendapat pancabaya yang menyusahkan.Kita harusnya berusaha supaya teman kita selamat. Kalau bisa buang marah itu untuk bisa mencapai dharma kanti itu.Usahakan menghilangkan musuh, supaya kita jangan mendapat neraka. Utamakan melaksanakan dharma. Tidak dibenarkan perbuatan orang yang sadu berteman akrab dengan orang jahat,seperti tukang mas, parmesan,(pencelup kain),jgal, (tukang potong hewan),metuakan (pemabuk) dan sang Prabu yang merusak orang bertapa semadi. kLau demikia negara akan hancur, Demikian juga persahabatan sang Prabu Singa dengan sang Kidang amat akrab.Benarkah itu? Sang memakan daging ikut dengan yang makan rumput. Sang Prabu Singa sakitnya semakin parah,tidak ada yang dimakan beliau. Sekarang ada maksud saya, I Kijangkita bunuh lalu kita berikan pada sang raja, supaya beliau cepat sembuh.Kamu dapat kulit dan tulangnya. Sang Sambuka (anjing ) berkata ,” ih teman Gagak, Tidak begitu kata-kata orang yang tahu sastra,Tidak tergesa-gesa mamakai kekerasan,kita harus bisa mencari kelemahan musuh. Daya upaya yang kita usahakan, kalau sudah begitu jelas ia akan kalah dalam peretempuran. Seperti ceritra laut dapat dikalahkan oleh burung Tinil (burung kecil).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar